Pemerintah membuka kemungkinan pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021 dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Kebijakan tersebut diambil berdasarkan hasil evaluasi selama penerapan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sepanjang pandemi Covid-19. Meskipun PJJ sudah terlaksana dengan baik, tetapi dikhawatirkan, semakin lama pembelajaran tatap muka tidak terjadi, semakin besar pula dampak negatif yang terjadi pada anak.
Kekhawatiran tersebut didasarkan atas tiga risiko yang mungkin timbul dari hilangnya pembelajaran tatap muka. Risiko pertama adalah ancaman putus sekolah. Situasi ekonomi selama pandemi seringkali memaksa orangtua untuk melibatkan anak membantu keuangan keluarga. Lama-kelamaan, situasi tersebut dapat mendorong anak putus sekolah. Ditambah lagi, sebagian orangtua tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar-mengajar apabila proses pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka.
Selanjutnya, terdapat risiko ketidaksetaraan pencapaian pembelajaran anak-anak di Indonesia. Hal tersebut disebabkan kesenjangan fasilitas pendukung yang berada di daerah kota dan daerah terpencil dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Hal tersebut juga didukung oleh temuan penurunan keikutsertaan pendidikan anak usia dini sejak pelaksanaan pendididikan jarak jauh. Pemerintah juga mencemaskan hilangnya pembelajaran secara berkepanjangan berisiko terhadap pembelajaran jangka panjang, baik kognitif maupun perkembangan karakter.
Risiko lain yang diantisipasi adalah tekanan psikososial dan potensi kekerasan dalam rumah tangga. Minimnya interaksi anak-anak dengan guru, teman, dan lingkungan luar dapat menyebabkan tingkat stres dalam rumah tangga, baik orangtua maupun anak-anak. Tanpa sekolah, banyak anak yang terjebak kekerasan di rumah tanpa terdeteksi oleh guru.
Oleh karena itu, pemerintah membuka kemungkinan pembelajaran tatap muka mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021 dengan izin dari pemerintah daerah (pemda) setempat. Kebijakan yang tertuang dalam SKB Empat Menteri, 20 November 2020, tersebut sekaligus menegaskan bahwa pembelajaran tatap muka diperbolehkan, tetapi tidak diwajibkan. Selain itu, peluang tersebut tidak meniadakan prinsip kebijakan pendidikan pada masa pandemi. Prioritas utama adalah kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.
Dalam hal ini, pemerintah memberikan penguatan peran pemda dengan memberikan kewenangan penuh kepada setiap pemda maupun kantor wilayah Kementerian Agama dalam menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di wilayahnya. Alasannya, pemda merupakan pihak yang paling mengetahui dan memahami kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerahnya.
Dengan kewenangan di tingkat pemda serta kanwil Kemenag, peta risiko daerah (zonasi) dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 nasional tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka. Izin pembelajaran tatap muka dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan pemda atau kanwil Kemenag, satuan pendidikan, komite sekolah, serta orangtua.
SURAT EDARAN ORANG TUA SISWA DAN JADWAL SEMESTER GENAP